Selamat membaca....
Ramai-ramai Memburu Bos IA1
Oleh Intan Pratiwi
Wajah sejumlah perwira TNI dan polisi yang hadir dalam pertemuan anggota Investasi Amanah 1 tampak tegang. Sesekali beberapa dari mereka menghisap rokok sambil berkeluh kesah mengenai uang mereka yang sudah 9 bulan ini tak kunjung dapat dicairkan.
Mereka bercerita bahwa uang pembayaran sudah tidak diterima sejak Januari 2012. Pemilik Investasi Amanah 1 (IA1), sejak April 2012 juga menghilang entah kemana. Uang member yang dilarikan diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun yang berasal dari seluruh Indonesia.
Salah satu korban berinisial RP memulai ceritanya. RP merupakan perwira tinggi TNI yang bertugas di salah satu daerah di Sumatra. Dia mengalami kerugian pribadi sekitar Rp784 juta. Belum lagi dia mengajak anak buahnya yang berjumlah sekitar 400 orang untuk ikut berinvestasi di IA1. Semuanya mengalami nasib naas karena uang tidak kembali hingga detik ini.
“Saya ikutan di konsorsium Riau. Saya coba sendiri, yang pertama dan kedua lancar. Saya ajak rekan-rekan yang jumlahnya sekitar 400 orang. Kemudian baru pada yang ketiga, tidak ada pembayaran sampai sekarang,” ujar RP ketika ditemui pekan ini.
RP mengaku pertama kali tertarik dengan IA1 karena melihat beberapa orang yang ikut dan kemudian berhasil. RP pun menyetorkan dana dan mengikuti program reguler IA1. RP mengajak anak buahnya untuk masuk dalam salah satu konsorsium IA1 yang dibentuk di Riau.
Pada 18 April 2012 pemilik IA1 sempat memberikan cek senilai Rp500 juta kepada RP. Cek BNI bernomor seri CZ 577599 tersebut kemudian coba dicairkan oleh RP. Namun ternyata gagal.
Setelah itu bos IA1 banyak berkilah dan memberikan janji-janji palsu dan pernah mengatakan uang dari Malaysia sudah ada tapi harus dengan persetujuan Bank Indonesia (BI) untuk masuk ke Indonesia. Dia juga menyatakan BI akan mengalihkan uang tersebut ke rekening konsorsium yang ada di Bank Mandiri.
Dikonfirmasi secara terpisah BI lewat juru bicara Difi A. Johansyah mengatakan BI hanya berhubungan dengan pemerintah dan bank saja. BI tidak pernah berhubungan dengan individu. Uang yang masuk dari luar negeri tidak perlu melalui BI.
Apabila ada uang yang harus masuk ke dalam bank dalam negeri yang berasal dari luar maka akan menggunakan sistem swift. Dimana hal itu merupakan sistem transfer keuangan antarbank di dunia.
Transfer keuangan dapat dilakukan direct atau langsung kepada bank yang dituju. Artinya alasan tersebut murni dikarang oleh bos IA1. BI juga mengklaim tidak mengenal bos IA1 dan belum pernah bertemu dengan pria asal Aceh itu.
Cerita lainnya dituturkan oleh Perwira TNI lainnya dengan inisial AJ. AJ menyatakan awalnya dirinya tertarik untuk ikut karena melihat rekan sejawat lain yang memperoleh keuntungan besar. AJ pun resmi bergabung Januari 2012 dengan nilai investasi sekitar Rp46 juta hingga Rp50 juta
Namun begitu setelah pencairan akhir Desember lalu, sudah tidak ada pencairan uang yang dilakukan IA1.
Sayangnya, upaya tersebut mengalami jalan buntu. Pihak Mabes beralasan karena sudah dilaporkan ke Polda maka penyelesaiannya harus dilakukan secara maksimal terlebih dahulu di institusi bersangkutan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ternyata masih banyak pro dan kontra di kalangan member IA1 terkait pengembalian uang mereka. Ada beberapa pihak yang sudah melaporkan si bos IA1 dan konsorsium ke kepolisian. Namun ada juga yang tidak mau melaporkan.
Direktur Bursa Berjangka Jakarta Roy Sembel menyatakan pihak korban IA1 seharusnya gerak cepat dan melaporkan secara bersama-sama kepada pihak kepolisian, sehingga kasus cepat tertangani dan sisa asetnya paling tidak dapat dicairkan dan dibagi setelah adanya putusan dari pengadilan. (intan.pratiwi@bisnis.co.id)
Intan Pratiwi
Mereka bercerita bahwa uang pembayaran sudah tidak diterima sejak Januari 2012. Pemilik Investasi Amanah 1 (IA1), sejak April 2012 juga menghilang entah kemana. Uang member yang dilarikan diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun yang berasal dari seluruh Indonesia.
Salah satu korban berinisial RP memulai ceritanya. RP merupakan perwira tinggi TNI yang bertugas di salah satu daerah di Sumatra. Dia mengalami kerugian pribadi sekitar Rp784 juta. Belum lagi dia mengajak anak buahnya yang berjumlah sekitar 400 orang untuk ikut berinvestasi di IA1. Semuanya mengalami nasib naas karena uang tidak kembali hingga detik ini.
“Saya ikutan di konsorsium Riau. Saya coba sendiri, yang pertama dan kedua lancar. Saya ajak rekan-rekan yang jumlahnya sekitar 400 orang. Kemudian baru pada yang ketiga, tidak ada pembayaran sampai sekarang,” ujar RP ketika ditemui pekan ini.
RP mengaku pertama kali tertarik dengan IA1 karena melihat beberapa orang yang ikut dan kemudian berhasil. RP pun menyetorkan dana dan mengikuti program reguler IA1. RP mengajak anak buahnya untuk masuk dalam salah satu konsorsium IA1 yang dibentuk di Riau.
Pada 18 April 2012 pemilik IA1 sempat memberikan cek senilai Rp500 juta kepada RP. Cek BNI bernomor seri CZ 577599 tersebut kemudian coba dicairkan oleh RP. Namun ternyata gagal.
Setelah itu bos IA1 banyak berkilah dan memberikan janji-janji palsu dan pernah mengatakan uang dari Malaysia sudah ada tapi harus dengan persetujuan Bank Indonesia (BI) untuk masuk ke Indonesia. Dia juga menyatakan BI akan mengalihkan uang tersebut ke rekening konsorsium yang ada di Bank Mandiri.
Dikonfirmasi secara terpisah BI lewat juru bicara Difi A. Johansyah mengatakan BI hanya berhubungan dengan pemerintah dan bank saja. BI tidak pernah berhubungan dengan individu. Uang yang masuk dari luar negeri tidak perlu melalui BI.
Apabila ada uang yang harus masuk ke dalam bank dalam negeri yang berasal dari luar maka akan menggunakan sistem swift. Dimana hal itu merupakan sistem transfer keuangan antarbank di dunia.
Transfer keuangan dapat dilakukan direct atau langsung kepada bank yang dituju. Artinya alasan tersebut murni dikarang oleh bos IA1. BI juga mengklaim tidak mengenal bos IA1 dan belum pernah bertemu dengan pria asal Aceh itu.
Cerita lainnya dituturkan oleh Perwira TNI lainnya dengan inisial AJ. AJ menyatakan awalnya dirinya tertarik untuk ikut karena melihat rekan sejawat lain yang memperoleh keuntungan besar. AJ pun resmi bergabung Januari 2012 dengan nilai investasi sekitar Rp46 juta hingga Rp50 juta
Namun begitu setelah pencairan akhir Desember lalu, sudah tidak ada pencairan uang yang dilakukan IA1.
Sayangnya, upaya tersebut mengalami jalan buntu. Pihak Mabes beralasan karena sudah dilaporkan ke Polda maka penyelesaiannya harus dilakukan secara maksimal terlebih dahulu di institusi bersangkutan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ternyata masih banyak pro dan kontra di kalangan member IA1 terkait pengembalian uang mereka. Ada beberapa pihak yang sudah melaporkan si bos IA1 dan konsorsium ke kepolisian. Namun ada juga yang tidak mau melaporkan.
Direktur Bursa Berjangka Jakarta Roy Sembel menyatakan pihak korban IA1 seharusnya gerak cepat dan melaporkan secara bersama-sama kepada pihak kepolisian, sehingga kasus cepat tertangani dan sisa asetnya paling tidak dapat dicairkan dan dibagi setelah adanya putusan dari pengadilan. (intan.pratiwi@bisnis.co.id)
Intan Pratiwi
0 Komentar